Monday, August 8, 2016

Cerpen Remaja LUKAMU MENYAKITIKU


 
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuhu, selamat pagi sobat bloger, terinspirasi dari salah satu karya Dr. Untung Gautara pada pagi nan cerah ini admin akan membagikan sebuah karya dari admin sendiri, mudah mudahan bisa menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi segenap pembaca sekalian. cekidot, selamat membaca.












Lukamu menyakitiku
Cerita Pendek : Sadim Mulyana
 

Di Kontrakan.
            Sore itu sementara menunggu adjan magrib berkumandang  ketoprak yang telah kami pesan sudah siap untuk di santap. “ Wuih sedapnya, bismillah. Ngomong ngomong  sampai dimana skripsi mu Nan?”
            “Wah, masih jauh dari harapan, dosen ku kabur terus, setiap kali didatengi sibuk ini lah, sibuk itu lah, cape deh. Kamu sendiri gimana Mas?”
“ Progresnya sih bagus,besar harapan  bisa  ikut deh wisuda tahun ini. mohon doanya aja”
            “ Amin, semoga dimudahkan. Emang udah bab berapa?”
            “ Baru bab tiga sih, tinggal nunggu jadwal penelitiannya, selesai penelitian bab empat bab lima mah gampang lah, bisa kopi paste hehe.”
            “ Enak aja, jangan jadi plagiat dong, ketauan dosen mampus deh, bisa dirombak tuh skripsi semuanya.”
            “Ea tenang aja, ga jadi ko. O iya, gmana kabar Emili, adik mu itu loh?”
            “ Dia baik aja ko, sekarang udah mulai kerja di Bekasi, ya lumayan lah untuk nujang kehidupan.”
            “ Wah, tiap kali maen ke rumah mu ko gak pernah ketemu Emili ya, Pen tau sih anaknya kaya gimana.”
            “ Lah, gak usah ya, lo liat nanti kamu naksir lagi”
            “ Eits, ga apa-apa kali, lagi pula kita kan temenen udah lama banget, empat tahun bro, sampe bosen sekamar terus, kali aja bisa jadi sodaraan, hahaha ”
            “ ya kalo dia mau sih ga apa-apa, lagian kamu kan nurut sama saya, hahaha.”
Kenalin namaku Nandi, dan temen ku yang satu ini namanya Dimas, kami berdua satu Universitas, hampir empat tahun kita sekamar, bosen juga sih, dia seorang yang cukup baik, kita berdua berbeda jurusan dalam perkuliahan, namun tidaklah kami berada di suatu tema pembicaraan melainkan kami selalu bersaing diatasnya. Ya begitulah, kami sama-sama keras kepala, tak jarang perkara sepele saja bisa jadi perdebatan, hanya saja sepertinya kekeras kepalaa Dimas tidak seperti ku, toh  kami masih bisa berbagi tugas, setiap kali dia merapihkan tempat tidur maka tugas ku membuatnya acak acakan kembali. Hahaha, begitulah hari-hari yang kami lalui bersama.
Sore itu aku melihat gurauan Dimas mengenai Emili bukan sekedar gurauan, Nampak bahwa
dia menginginkan adik ku itu untuk menjadi istrinya, memang selama ini dia belum pernah bertemu dengan Emili, tapi aku yakin kalau dia melihat adiku yang cantik pasti akan sangat tertarik. Walaupun begitu aku tidak akan mencegah dia menikahi adiku, karena aku begitu yakin Dimas memiliki ahlaq yang baik, dan kalupun aku harus menjadi kakak iparnya itu bukan masalah bagiku.
Setahun sudah berlalu dari kejadian itu, memang sudah takdir, aku dan Dimas dipertemukan kembali di dunia kerja. Kami sama-sama mengajar di satu SMP, SMP Yudhistira namanya. Sudah kuduga, suatu saat pasti Dimas akan mengemukakan niatnya untuk mempersunting adikku.
“Hei Nan, gimana kabar orang tua di rumah?”
“Alhamdulillah, semuanya dalam keadaan baik, orang tua kamu sendiri gimana, semua sehatkan?”
“ ya biasa, babeh mah masih suka sesak dadanya, tau sendiri dia punya penyakit paru, tapi rokoknya itu loh, udah kaya kereta api, nyambung terus.”
“ haha, ya namanya orang tua, lebih susah dibilangin dari pada anak kecil.”
“ O iya Nan, gimana kabar Emili, sebenernya pengen ketemu sih, heran tiap kali aku main ke rumahmu ga pernah ada.”
“ ya maklum lah Mas, namanya juga orang kuli, gak bisa semau sendiri pulanngnya, emang ada apa sih, nanyain dia terus.”
“ Hemb, gimana ya, sepertinya saya sudah siap untuk menikah ni, tapi belum ada calonnya, rencananya sih mau sama Emili, kali aja dia mau. Ya kalo gak mau juga gak apa-apa sih, namanya juga usaha.”
Waduh-waduh bagaikan geledek di tengah hari, ini yang selama ini aku hawatirkan, bukan karna aku tidak suka Dimas menikahi adik ku, masalahnya dia sudah siap menikah sementara aku belum, dan rasanya aku gak rela kalo adiku melangkahi ku untuk menikah duluan, tidak tidak, itu gak boleh terjadi.
“ Hemb, Mas maaf ya sebeleumnya, masalah Emili aku kira bapak ku punya rencana untuk ngelanjutin kuliah dia, kan kasian kalo jadi kuli terus di PT barangkali aja dia punya nasib baik, bisa jadi sarjana juga kaya kita berdua.”
“Ooooh.” Dimas termenung, aku yakin perkataan ku ini cukup membuat dia kecewa, maafkan aku mas, aku terpaksa berbohong. Aku gak rela kalo adik ku melangkahi ku.
“Begitu ya Nan, ya sudah mungkin aku mau cari yang lain.”
Melihat raut mukanya kasihan juga, tapi sudah lah, bodo amat yang penting dia ga buru-buru nikah sama Emili.
Berbulan-bulan berlalu, nampaknya niat Dimas untuk mendekati Emili sudah mulai redup, ku lihat perkembangan dia dalam usahanya mencari calon istri. Terdengar kabar kalo dia mau nadjor ke Bekasi, wuih hebat juga tuh anak, ternyata serius mau jadi seorang suami. Sementara itu aku gak mau ketinggalan, di SMP Yudhistira ada bendahara baru yang menawan hati, rupa rupanya aku jatuh cinta padanya. Namanya Apri, teman sekelas Dimas waktu SMA. Sambil memantau usaha si Dimas dalam mencari calon, gak ada salahnya aku manfaatin dia untuk ngedeketin si Apri, kali aja dia mau, kalo dia mau gak masalah deh Emili nikah sama Dimas, yang jelas setelah pernikahan ku tentunya.
Kabar kepulangan Dimas dari Bekasi sudah terdengar, benar-benar bikin penasaran kira- kira apa hasil nadjor dia dengan ahwat di sana. Tak perlu menunggu lama aku Tanya saja dia melalui SMS. Benar-benar membuat ku geram dan kalang kabut, konon Dimas tidak suka dengan akhwat yang ada di bekasi tersebut, malah ternyata setelah gagal mendekati Emili lewat perantaraku pulang dari bekasi ternyata dia langsung menghubungi Emili lewat SMS, dan sialnya adik ku itu ternyata mau untuk menikah dengan Dimas.
Edan,  entah apa yang harus aku lakuin, pusing deh kepala, lebih parahnya lagi kedua orang tua ku pun setuju untuk menikahkan Emili dengan Dimas. Benar-benar sebuah kebuntuan. Dengan terpaksa aku pun mengijinkan Emili untuk memilih calon suami yang dia sukai. Di bulan Juni  Dimas resmi melamar Emili dan siap menunggu tanggal pernikahan saja.
Entah apa yang harus aku lakukan, lamaran resmi antara Dimas dan Emili sudah berlangsung, sementara usaha ku untuk mendekati Apri sepertinya jauh dari keberhasilan. Pasalnya Apri punya kakak yang tahun ini menikah, bukan karena Apri tidak suka padaku, tidak mungkin orang tua Apri menikahkan anaknya sekali dalam setahun. Semua ini semakin membuat ku pusing saja. Sementara itu, Dimas semakin mendesak untuk disegerakan acara pernikahan. Itu karena ibu Dimas meninggal dunia. Aku mengerti betapa sulit bagi Dimas. Tidak ada yang masak untuknya nyuci dan lain sebagainnya, kasihan juga, tapi bodo amat, pokoknya Emili gak boleh menikah sebelum aku menikah.
Senantiasa aku rayu ibu untuk tidak menikahkan Emili cepat-cepat, dan untungnya ibu selalu nurut dengan ku, dan bapak selalu nurut kepada ibuku. Sementara ini kedudukan ku sangat aman. Ditambah Emili mendapatkan kesempatan untuk menjadi pegawai tetap. Benar-benar kondisi yang menguntungkan. Akan tetapi, aku juga tidak bisa terus terusan mengahalangi pernikahan mereka berdua, aku tahu aku berdosa. Usahaku mendekati Apri semakin tidak mungkin, dia bersedia menikah tahun depan, sementara aku harus menikah tahu ini. Aku putuskan untuk berpaling kelain hati, sebelum ku mengenal Apri, ada seorang perempuan yang begitu suka padaku, namun dikala itu pandanganku tersilaukan oleh karisma Apri. Namun sekarang, setelah semuanya terjadi, sepertinya perempuan itu bisa aku dekati kembali, yang penting tahun ini aku menikah.
Hubungan ku dengan Dimas menjadi tidak baik, aku sadar semua karena salahku. Namun Dimas malah membantuku untuk segera mendapatkan calon istri. Dia tetap begitu baik padaku, sampai pada akhir tahun tibalah waktu pernikahan ku dengan Arsyi. Meski sebelumnya aku pernah mengecewakan Arsyi karena hatiku terpalingkan pada Apri, namun sungguh beruntung Arsyi mau menerimaku kembali. Rasanya begitu bahagia, aku akan segera menikah tanpa ada yang melangkahi.
Sehari sebelum prosesi pernikahan, Emili sudah ada dirumah untuk menghadiri pernikahan ku, sayangnya semua keadaan telah berubah. “ bang, ko murung sih, kan mau pesta pernikahan?”.
“ aku bingung Mil, coba kamu baca ini!” kuberikan handphonku yang berisikan status calon istriku di facebook.
“ loh kok gini sih bang, bukan nya dia sayang sama abang. Ko malah bikin status kaya gini, pake bilang nikah sama orang yang gak di cintai segala lah, pengen sama yang dulu lah, gimana sih.”
“ Abang juga heran, semenjak ada perwakilan orang tuanya yang yang silaturahim kesini semunya jadi berubah, mungkin dulu Arsya mengira kalo abang anak orang punya, kos abang sering bawa barangnya Dimas sih, setelah tau kondisi abang seperti ini mungkin mereka ilfil.”
“ Entah lah, bisa jadi begitu.”
Sesak didalam dada begitu terasa hari ini, besok akad nikah dilaksanakan, sementara telah tercium keengaan dari Arsyi untuk melanjutkan pernikahan. Bagai buah simalakama, lanjut atau tidak. Antara menanggung malu lantaran pembatalan pernikahan, atau rumah tangga yang berantakan akibat kesenjangan.
Pagi ini, tubuh ku sudah dihias dengan pakaian pengantin nan gagah, tapi masih seolah mimpi, perkataan pahit begitu bertubi-tubi menimpa keluarga ku. Tak kusangka pesta perkawinan yang harusnya dihiasi kebahagiaan justru kebuntuan yang aku dapati saat ini.
“Mil, Dimas udah nyampe mana, ko masih belum kesini juga?”
“ Masih di jalan kayanya bang, diakan sama rombongan guru SMP Yudhistira”
Tak terasa air mata mengalir dipipiku, dengan kepedihan dan penghinaan yang Arsyi kemukakan untuk keluarga kami, kalau bukan karna orang tuanya  yang baik, tentu pernikahan ini sudah aku batalkan. Teringat wajah Dimas dan semua usahaku untuk menghalangi pernikahanya dengan Emili, Nampak jelas bagiku sekarang, ini adalah buah dari kedjoliman ku terhadap Dimas. Dia sahabatku yang terbaik, yang selalu ada disetiap aku butuhkan, tapi lihatlah diriku hanya ego yang aku pentingkan.
“Sabar bang, mungkin ini cobaan dari Allah, Alhamdulillah telah diperlihatkan jati diri si Arsyi sebelum abang menikahinya.”
“ Ia Mil, abang harus bagaimana, sebetulnya abang ragu untuk melanjutkan ini, tapi orang tua Arsyi sudah terlanjur membuat pesta, akan sangat malu apabila dibatalkan.”
“ Abang yang tegar ya, kita lalui aja ini dengan sabar, insya Allah ada hikmahnya.”
“ ia Mil, mungkin semua ini karena salah abang sama Dimas.”
Hari itu, dengan segenap kebimbangan dan keragaun aku mengucapkan ijab qobul dan syah menjadi suami Arsyi. Sudah ku duga, betapa sulitnya untuk mempertahankan bahtera bersama dia. Seorang perempuan yang sangat sulit untuk di atur dan sulit untuk taat kepada suami, dan inilah yang aku dapati ketika menikah tidak dengan niat yang benar. Mungkin sebuah pelajaran dari Allah agar aku bisa belajar mengalah dan mengerti perasaan orang lain. Sementara itu Dimas dan Emili melangsungkan pernikahan mereka dengan bahagia. Kini keduanya telah dikaruniai putra yang sangat lucu. Sementara kami masih berjuang keras untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga, semoga Allah mengampuni kesalahan ku dan sahabatku Dimas.
*********
Gantar, 6 Agustus 2016



No comments:

Post a Comment