Thursday, August 4, 2016

CERITA PENDEK PILIHAN

Assalamu alaikum Warohmatullahi wabarokatuhu.
Sahabat bloger yang budiman, pertama kali berjumpa dengan blog Galeri Karya SMK PENHA. Blog ini Insya Allah akan memuat semua karya dari SMK Pejuang Negeri Haurgeulis. Pada posting kali ini admin akan menyajikan sebuah karya dari kepala sekolah SMK PENHA yakni Dr. Untung Gautara, M.MPd. Sebuah cerpen yang berjudul "KASUS TRASI". Dr. Untung merupakan seorang penulis sekaligus musisi yang mempunyai banyak karya. pastikan sahabat bloger terus mengikuti perkembangan dari blog ini. Cekidot, ga perlu berlama lama, kita mulai ke cerpennya saja selamat menyimak.


 KASUS TRASI
Cerita Pendek: Untung Gautara

    
Akhirnya Trasi mendapat giliran untuk diseminarkan. Masalahnya Trasi telah menjadi primadona export. Yang namanya minyak bumi dan rotan sudah di-keok Trasi yang bau. Kini orang-orang yang bergelar hartawan di seluruh dunia pun kecanduan Trasi. Tapi bukan sembarang Trasi. Trasi yang sedang naik daun ini olahan tiga orang muda; Untung Gautara, Wawan Indris, dan Supali Kasim. Sebut saja mereka Trio Kemplud.
    Tidak kurang dari seribu orang yang mengikuti seminar bergengsi ini. Kebanyakan dari mereka adalah pegawai negeri yang sedang butuh piagam seminar untuk angka kridit. Mereka datang dari berbagai daerah. Bahkan ada peserta dari Amerika Serikat. Sayangnya peserta itu bisu tuli. Dia hanya duduk melongo seperti celengan semar. Sedangkan lainnya mengadakan seminar lagi di dalam seminar Trasi ini. Jelasnya ngegosip. Yang ngegosip asyik membuat dosa. Yang tidur asyik bermimpi dan ngorok. Ngoroknya kadang kompak dan kadang bersahut-sahutan. Mereka itu penyair dari Indramayu.
    Seminar itu semakin lama toh semakin ramai saja. Ramai yang ngawur. Trio Kemplud jadi bersungut-sungut. Serentak mereka keluar dari ruangan tempat ngorok dan ngegosip itu.

    “Hei jangan melarikan diri!”
    “Hei mau kemana?”
    “Hei kembalilah!”
    Supali Kasim menghentikan langkahnya. Begitupun Wawan dan Gautara. Mereka merasa harus kembali ke ruangan seminar. Walau bagaimanapun suasananya, seminar Trasi harus di lanjutkan. Kalau tidak, mereka khawatir akan menyesal selama hidup. Sebab mereka tahu penyesalan itu sangat tidak enak di hati. Lagi pula yang mengadakan seminar ini adalah mereka. Masa mereka yang terlebih dulu meninggalkan ruangan seminar? Uh dasar anak-anak muda tak dapat menahan emosi!
    “Dari mana kalian?”
    “Mengapa keluar?”
    “Nah duduklah di situ yang manis!”
    “Seminar ini luar biasa aku senang!”
    “Duhai tangis gadis itu merdu nian!”
    “Aih jembet karet kritingan itu merebut kakek uyutku yang sedang puber kedua. Sore itu nenek Warjem anjlog-anjlogan. Tontonan yang murah meriah asyik banget!”
    “Hei gadis! Ini sapu tangan untuk menyeka air matamu!”
    “Waladalah bisa banjir ruangan ini!”
    “Celaka duabelas kalau banjir aku tak bisa renang!”
    Setelah setengah jam nangis menjerit-jerit di tambah aksi guling-gulingan, akhirnya Tanti menjadi pusat perhatian peserta seminar. Peserta seminar ini telah rampak ucek-ucek mata ketika sebuah suara yang tak merdu tiba-tiba terdengar. Tapi suara itu hebat juga. Dapat meredakan tangis Tanti yang meledak-ledak dan menyadarkan peserta seminar untuk benar-benar berseminar Trasi. Dia itu Ken Nagasi. Kini, dengarkanlah dia sedang membacakan puisi yang mampu memukau peserta seminar.

WIDADARI
Oh widadariku ngger ngger
Surirono wiyo surirono wiyo
Aku berdangdingdung
Aku berplangplingplung
Oh aku lupa puisiku selanjutnya
Sorry aku mau ucek-ucek mata.
    Biar begitu, Ken Nagasi mendapat tepuk tangan yang meriah. Wajahnya sampai merah karena senang. Setelah ucek-ucek mata dan mesem-mesem dia duduk di kursinya. Tanti yang jago mewek itupun telah duduk di kursinya. Kasihan gadis itu. Wajahnya jadi lucu pantas jadi pelawak. Matanya duhai super bengkak. Make up-nya yang menor berantakan karena air mata. Dalam waktu singkat dia tak cantik lagi. Perduli apalah. Yang penting karena aksi tangisnya yang tidur jadi terjaga dan yang ngegosip jadi berhenti. Tanti seneng buleng-buleng.
“Ladies and gentleman!” sapa Trio Kemplud kompak.
    “Yayaya…!” jawab peserta seminar tak kalah kompaknya.
    “Kini tiba saatnya seminar kita tutup!” kata Supali Kasim.
    “He ngamprak! Seminar ini belum menghasilkan apa-apa. Kenapa sudah ditutup?” protes Ken Nagasi.
    “Saya kira semuanya sudah ingin pulang.” jawab Supali Kasim asal ngomong.
    “Supali Kasim!” panggil Saptaguna yang duduk di barisan terdepan. “Coba kau bicara tentang Trasi Cap Ketek yang jadi primadona export itu! Dan sebaiknya kacamatamu yang murahan itu dibuka saja. Biar kutahu dengan jelas jelek gantengnya wajahmu!”
    “Waladalah baunya menyebalkan!” Maki Chaerul Salam sengit. “Trio Kemplud! Lain kali kalau mau seminar pakailah minyak wangi. Badan kalian bau Trasi busuk!”
    “Sorry tadi kami buru-buru hingga lupa mandi dan ganti pakaian.” kata Wawan sambil cengar-cengir.
“Kamu itu Chaerul! Kelakuan! Istrimu saja dibilang jeleklah, gembrotlah, bodohlah, inilah-itulah, tiap tahun istrimu melahirkan anak kembar! Sekarang Trasi kau bilang bau. Tapi kau selalu tak mau makan bila tak ada sambel Trasi. Munafik!” kritik Ken Nagasi dengan suara tegas. “Kita semua suka makan Trasi. Tapi kenapa Trasi dijadikan ledekan? Itu tak bijaksana. Memang Trasi tak bisa marah. Tak bisa minta kedudukan. Namanya juga Trasi. Tapi bagaimanakah kalau Trasi yang kini jadi primadona export adalah manusia? Pasti sudah rewel menuntut perbaikan ini dan itu.”
    “Ngamprak masa manusia di-export?” potong Deddy Apriady G Raswien emosi. “He Supali Kasim! Jelaskan saja olehmu cara membuatTtrasi Cap Ketek itu!”
    “Jangan jelaskan!” pinta Wawan dan Gautara serentak. “Itu rahasia perusahaan.”
    “Berapa harga rahasia itu akan kubayar!”
    “He Bung!” Wawan bangkit dari duduknya. Dia tersinggung oleh ucapan Deddy. “Memangnya segala sesuatu di muka bumi ini nilainya bisa disamakan dengan uang? Biar dekil dan bau Trasi begini, kami kaya raya tahu?” kata Wawan tegas dengan mata terbuka lebar. “Sebaiknya kau diam saja kalau kata-katamu tak enak di hati!”
    Seminar menjadi hening. Orang-orang pintar yang sengaja diundang sebagai pembicara, belum sepatah kata pun bicara. Tandi Khadafi, dengan tenang menghadap ke peserta seminar. Dalam hati mereka bertanya-tanya kapan seminar Trasi yang sesungguhnya dimulai? Mengapa isinya keributan melulu?
    “Kabarnya…” Terdengar lagi suara. Ternyata suara Tanti R Skober. “Trasi Cap ketek dapat mengobati eh maksudku menyembuhkan penyakit Aids. Betulkah itu?”
    “Trasi, sampah, cacing, dan seluruh yang ada di bumi ini mempunyai kemungkinan menjadi obat penyakit itu.” Jawab Untung Gautara. “Tapi mereka hanya menyelidikki sesuatu yang mahal-mahal saja. Kita sendiri adalah orang-orang bodoh dalam ilmu obat-obatan. Bodoh tapi sok ngritik dan sok pintar. Maklum namanya juga manusia.”
    “Itu kabar burung yang membuat Trasi Cap Ketek semakin laris dan kalian untung besar.”
    “Sebab ada aku Untung Gautara.”
    “Aduh dimana gengsinya seminar ini? Yang dibicarakan tidak berbobot! Ayolah bicara yang nyambung dengan tujuan diadakannya seminar Trasi ini! Pinta Tanti penuh harap.
    “Tak ada tujuan! Itulah yang membuat seminar ini bergengsi. Kau mengerti nok ayu?” Tanya Gautara seraya nyengir karena geli melihat make up Tanti yang berantakan.
    “He tahukah kau?” Saptaguna angkat bicara lagi. “Larisnya Trasi Cap Ketek membawa dampak negatif juga. Sekian pengusaha Trasi bangkrut. Kalian Trio Kemplud mesti hati-hati.
    Kalau mau kemana-mana sebaiknya bawa pengawal. Sebab kudengar pengusaha-pengusaha Trasi yang bangkrut itu akan bersatu padu mencelakai kalian!”
    “Dampak negative  lainnya apa?” tanya Ken Nagasi.
    “Sudahlah jangan membuat pusing!” kata Wawan Indris dengan suara cukup keras. “Mengapa kita harus memikirkan dampak nagatif itu? BBM naik. Harga barang-barang ikut naik. Orang gede pusing apalagi orang kecil. Kita adalah korban yang tak usah banyak omong. Sebab semuanya memang harus terjadi demi ini dan itu.”
    “He apa harga Trasi ikut naik?” tanya Tanti.
    “Apa kami harus latah juga?”
    Sekarangkan zamannya orang latah.  Latah ini dan itu. Oh kasihan para kuli kalau upah kerjanya tak dinaikkan. Tubuhnya bisa remuk. Kapankah terjadi gaji pegawai negeri naik seratus persen tapi harga barang-barang tidak naik?”
    Mendengar pertanyaan Tanti, semua yang ada di ruangan seminar itu diam tercenung. Melepas seperti krupuk disiram air. Lama-lama mereka ngantuk kemudian tertidur. Hanya Supali Kasim yang terjaga. Lelaki itu duduk tercenung. Suatu ketika dia bangkit dan melangkahkan kakinya ke podium.
    “Peserta seminar yang budiman, apakah hakekat dari Trasi?” Tanya Supali Kasim dengan suara pelan bagai berbisik. Lalu dia turun dari podium. Melangkah ke ambang pintu dan menyandarkan tubuhnya di kusen pintu itu. “Trasi adalah Trasi!” Tegasnya di dalam hati. “Tapi aku ingin mengangkat derajat Trasi. Tapi terlambat. Oh… sebetulnya aku, Wawan dan Gautara ingin menyeminarkan nasib seorang gadis yang bernama Trasi. Bukan Trasi olahan kami yang ndompleng promosi di acara ini dengan menjadi sponsor tunggal. Tapi peserta seminar itu salah tafsir. Aku sendiri seperti tidak mempunyai kekuatan untuk membetulkan tafsiran mereka.” Supali berkata gundah dalam hati. Sedangkan matanya menerawang jauh ke depan.
    Siapakah gadis yang bernama Trasi itu? Dia seorang gadis yang jelita putri seorang saudagar Trasi. Diberi nama Trasi karena lahirnya ketika saudagar itu mulai memproduksi Trasi dan ternyata laris. Maka diberilah nama anaknya itu Trasi. Sekarang umurnya sudah dua puluh tahun. Tapi wajah cantiknya selalu murung. Itu karena hidupnya tidak bahagia sejak ayahnya gemar mengunjungi tempat maksiat di Cilegeng dan aktif dalam kancah politik. Sekarang dia kabur dari rumah dan dengan terpaksa dia bekerja di pabrik Trasi milik Trio Kemplud. Suatu hari Trio Kemplud memergoki Trasi sedang menangis. Ditanya kenapa, gadis itu malah berlari. Kala itu Trio Kemplud hanya serentak mengangkat bahu dan saling berpandangan tak mengerti.
    Diantara  ketiga lelaki muda yang berwajah ehem itu, Supali Kasim-lah yang masih bujangan dan mata keranjang. Besok-besoknya dia mengadakan pendekatan. Makin lama, makin akrab juga dia dengan Trasi. Semula niatnya cuma iseng saja. Tapi kemudian niatnya berubah menjadi seratus persen. Dia ingin menjadikan Trasi sebagai ratu dalam kehidupannya. Trasi yang penuh misteri itu telah memikat hatinya. Tapi Trasi tetaplah Trasi yang murung. Walaupun Supali Kasim pandai melawak seperti Doyok.
    “Aku ini sampah mas Supali.” keluh Trasi disuatu senja yang mendung. “Aku adalah wujud kemiskinan yang sempurna. Miskin harta benda, miskin kebahagiaan dan miskin iman. Seharusnya aku mempertahankan keimananku. Tapi aku sudah tak tahan mengahadapi darita ini. Iman aku buang. Biarlah kemiskinan sempurna. Mas Supali, kini hanya kau yang mau memperdulikan aku. Tapi aku tak yakin kasih sayangmu akan langgeng. Di dunia ini segala sesuatunya cepat berubah.”
    “Kala itu Supali hanya memandang wajah Trasi dalam-dalam. Dia ingin tahu derita apa yang dialami kekasihnya. Keinginannya itu terpenuhi pada dini hari yang dingin. Trasi tak biasanya bertemu. Tapi tak mau diajak masuk. Gadis itu bagaikan baru saja menyelesaikan suatu pekerjaan yang maha berat. Rambutnya acak-acakan. Wajahnya pucat. Namun yang membuat mata Supali terbelalak lebar adalah ketika dia melihat tangan kanan Trasi menggengam clurit yang berlumuran darah.
    “Aku telah membunuhnya!” Katanya dengan suara pelan tapi bergetar. Dari kedua matanya yang bulat tapi tak bersinar itu menetes air bening membasahi pipinya.”Dia pujaan orang. Tapi tidak bagiku! Sebelum dia menjadi penguasa, dia telah menodai aku, menjualku pada teman-temannya, kemudian merampok habis harta nenekku yang telah membesarkanku. Dia telah merusak masa depanku. Kini aku tidak takut mati lagi. Kubeberkan rahasia bejadnya sepanjang jalan. Juragan itu, penjahat itu, koruptor itu, telah kuclurit! Aku yang membunuhnya! Akulah cucunya, anaknya, juga gundiknya bersumpah tak akan memaafkannya! Hahaha…!”
    Trasi teratawa terbahak-bahak. Supali seolah-olah membungkam mulutnya. Ketika Trasi pergi, Supali masih terdiam. Dini hari yang dingin mengejutkan tapi juga membekukan.
    “Dia telah mati di sel tahanan kantor polisi. Mati karena ramai-ramai diperkosa polisi…” Supali tak kuasa melanjutkan gerentes hatinya. Lelaki itu meneteskan air mata. “Andai peserta seminar Trasi itu tidak salah tafsir, bagaimanakah pendapat mereka tentang kasus Trasi? Tentang kasus kemiskinan rasa peri kemanusiaan itu?”
    “Wuaaa!” Sebuah jeritan dari tengah-tengah halaman mengejutkan lamunan Supali. Seorang perempuan berbadan dekil dan berambut gendel membuang bajunya dan menari-nari. ”Wuaaa!” Jerit perempuan itu bagai menumbangkan Supali hingga ambruk ke lantai. Pingsan. Trenyuh akan Trasinya yang mengalami guncangan jiwa sebelum kematiaannya.

*&*
Haurgeulis, 23 Januari 1993

No comments:

Post a Comment