Sunday, August 28, 2016

Langit Penuh Kabel

 
 
Cerita Pendek: Untung Gautara

Langit pagi ini bersih membiru. Seharusnya mampu menyejukkan hatiku. Tapi pagi ini tidak. Karena tiba-tiba pikiran dan perasaanku terpaut pada kabel-kabel aliran listrik yang terpentang ke sana ke mari. Padahal bukan sekali ini aku melihatnya. Kabel-kabel itu kini kubenci sebagai oknum kesemrawutan langitku. Terlebih-lebih lagi manakala kulihat sekian layang-layang nyangkut tanpa bisa melepaskan diri. Alangkah kejamnya kabel-kabel itu.
Segera aku pulang. Sesampainya di rumah aku enggan masuk. Duduk sendirian di teras.
Kulihat melati yang kutanam bunganya telah mekar dan menebarkan wanginya. Angin dikipasi dedaunan menerpa tubuhku semilir. Serumpun bambu tali tumbuh di sebrang halaman rumahku seakan

Tuesday, August 23, 2016

Vidio Klip Sudah Kubilang By SMK PENHA




Selamat pagi sobat bloger, kali ini admin akan membagikan sebuah karya dari siswa SMK Pejuang Negeri Haurgeulis berupa vidio klip dari lagu berjudul Sudah Kubilang. lagu ini dipopulerkanoleh group raper AW Diss. Sesuai dengan moto sekolah kami, "Bicara Dengan Karya" meski sekolah kami masih dalam tahap berkembang kita sudah banyak karya yang bisa di suguhkan kepada masyarakat luas. Tentunya karya kami masih jauh dari sempurna, paling tidak sebagai proses pembelajaran bagi para siswa untuk tetap berkarya. Pastikan untuk tetap mengikuti Galeri Karya SMK Penha, selamat menyimak.

Sunday, August 21, 2016

TERSESAT


 
Cerita Pendek: Untung Gautara

Sudah lama aku sadar bahwa aku harus nakal. Tapi aku belum juga bisa nakal. Hati nuraniku ini kolot dan tidak bisa diajak kompromi. Hati nuraniku selalu saja melarang, “Jangan! Jangan! Itu dosa!” aduh akibatnya aku sering dimarahi bapak. Aku sering meratapi nasibku yang buruk ini. Oala…
“Kamu bisa berhasil seperti mereka.” kata setan merongrong keimananku. “Kamu pandai segala macam. Manfaatkan kepandaianmu!”
“Aku tidak bisa…”
“Goblok! Hatimu lembek seperti kerupuk kesiram air! Goblok! Ya sudah nikmati kemelaratanmu!”
Yah, aku harus bagaimana? Aku memang ingin hidup berkecukupan. Tapi aku tidak bisa usaha. Aku tidak mau dagang. Karena pedagang pandai berbohong. Aku tidak mau jadi pegawai, karena pegawai suka korupsi duit dan waktu. Leha-leha makan gaji buta. Juga tidak mau jadi seniman. Seniman dekat dengan setan. Aku tidak mau menyinggung apalagi menyakiti hati orang lain hanya karena nafsu duniawi. Aku pasrah sajalah pada nasib. Tapi benarkah aku pasrah? Oh, aku bingung.
“Bingung-bingung tai kucing!” maki bapakku sepulang menarik becak. “Wis kaplak mencari sebatang rokok untuk mlepus sendiri saja tidak becus! Si Raswin sedang sakit. Becaknya nganggur. Kau sewa saja becaknya untuk cari duit!”
“Tidak!” jawabanku tegas. “Tukang becak terkenal rakus. Perjanjiannya tujuh ratus, diberi uang seribu alasannya tidak ada pengembaliaannya. Pendusta. Serakah. Aku tidak mau jadi tukang becak!”