selamat pagi sobat bloger, siapa yang tidak kenal dengan Cleopatra, sejarah kecantikan dari mesir kuno. namun pada pagi ni admin tidak membahas Cleopatra yang satu itu. berikut akan disajikan cerita pendek buah karya dari Dr. Untung Gautara, jangan sampe ketinggalan ya, pantau terus Galeri Karya SMK Penha yang selalu "bicara dengan karya".
CLEOPATRA
Cerita
Pendek: Untung Gautara
T
|
idak
pernah kubayangkan aku akan menjadi Cleopatra. Mungkinkah karena badanku yang
sexy? Ataukah karena kecantikan wajahku? Sungguh ajaib! Aku perempuan dari
Indramayu putri petani miskin bisa menjadi orang kaya raya. Bahkan dengan dua
belas anakku aku semakin terkenal dan menggegerkan dunia politik. Padahal
ketika aku mulai melucuti ketabahan iman, yang kuinginkan hanya sebungkus obat
turun panas bagi anakku. Kupikir apalah artinya keegoisanku mempertahankan
harga diri. Apalah artinya cemoohan orang akan kehinaan diriku bila
dibandingkan dengan nyawa anakku? Ketika pintu kamar kubuka, di dalam hati aku
bersumpah tak akan ada lagi air mata menetes. Juga pisau belati yang selalu
menemani diriku selama ini kulemparkan ke meja perjudian. Semua tersentak.
Rasanya ingin kutelan lima orang bajingan itu. Tapi aku hanya meludahi wajah
suamiku yang pemalas, penjudi, dan gila harta itu. Matanya jadi berkilat-kilat
keji. Dia bangkit sambil menggeram. Kubayangkan diriku terhumbalang menabrak
dinding bilik karena pukulannya. Aku sering disakiti. Aku benci. Lalu kusobek
baju hingga semuanya melihat dadaku.
“Demi anakku. Anakmu juga kang. Kali
ini penuhilah permintaanku. Belikanlah aku obat turun panas. Setelah itu kalian
bolah berpesta pora dengan tubuhku ini!” kataku dengan menekan haru biru hati
ini.
Mereka tertawa. Dan
dihambur-hamburkannya uang ke tubuh suamiku yang durjana itu. Lalu menjadikan
aku budak nafsu. Biar! Biar! Biar! Tapi, kemudian kusadari aku telah membuat
suatu kebodohan yang tak akan pernah kumaafkan. Mataku kuyu menatap Rigeulis.
Oh Sukma ragaku engkau terbujur kaku. Mana obat turun panasnya? Kata-kata itu
bagai palu godam menghantam kepala dan hatiku. Hingga aku terjerembab ke dalam
dunia sesal yang gelap. Aku perempuan bodoh dan kotor. Mestinya aku pandai
memperhitungkan kemungkinan dan menyiasati keadaan. Hm! Pengorbananku sia-sia!
Apakah benar yang dikatakan
orang-orang bahwa tenaga, otak, dan keimanan wanita lemah? Aku yakin tidak
semua wanita lemah. Kecuali aku ini memang kunyuk!
Karena jangan-jangan ada sebersit kesenangan di hatiku ketika dihinakan mereka.
Prasangka itu membuat nuraniku menyelidiki setiap ruang rasa yang ada di sisi
terang dan sisi gelap hatiku. Kucurigai diriku telah berdusta, menyemak
belukarkan kebenaran dan melumuri norma dengan aib. Tapi itu pasti.
Hingga kebimbangan menggiringku
dalam renungan yang buntu. Aku jadi seperti boneka yang tak berjiwa, dingin
tapi cantik. Herannya aku masih dipuja-puja lelaki hidung belang. Suamiku jadi
semakin rajin menawarkan diriku pada bandot-bandot tua kalangan atas. Mereka
berebut mendapatkan diriku. Bagi mereka dapat bermalam denganku berarti
menaikan gengsi kejantanan mereka. Aku boneka cantik, budak nafsu sekaligus
mesin beranak. Ini memang keturunan. Ibuku mampu melahirkan dua puluh dua anak.
Boleh jadi karena masa itu belum ada program keluarga berencana. Sekarang sudah
ada program keluarga berencana. Tapi aku tidak mau masuk program keluarga
berencana itu.
“Perempuan kelinci!” maki suamiku
dari ruang tamu demi mendengar aku muntah-muntah. “Gugurkan!” perintahnya
tandas dan bernada mengancam. “Heran! Ada perempuan yang senang hamil tiap
tahun! Menjijikan!”
Aku tidak perduli. Sejak hatiku
hancur lebur di hadapan Rigeulis, tak akan ada sepatah kata pun untuk lelaki
itu. Biar dia tersiksa oleh kenyataan bahwa anakku semakin banyak. Dulu aku
sangat ketakutan bila dia mengancam akan membunuh anak-anakku. Tapi kini sudah
kuketahui dia mulai menyenangi anak-anak.
Walau hanya dengan memandang lembut mereka dari jauh. Sekejam-kejamnya manusia,
dia merindukan anak juga. Tentunya dia selalu bingung yang manakah anak
kandungnya di antara sepuluh orang anak itu? Huh! Aku semakin senang membalas
dendam padanya.
“Anak-anakmu akan kubunuh!” terdengar
lagi suaranya. Ancaman yang sudah basi. Aku keluar dari kamar mandi dan
mengambil sebilah pisau di dapur. “Jangan!” dia terkejut. Dikiranya aku akan
berusaha bunuh diri lagi. O, sekarang aku ingin hidup seribu tahun lagi agar
puas membalas dendam padamu. Dan mengapa tidak segera kupikirkan cara praktis
dan aman untuk menghabisi nyawamu durjana? Huh! Kulemparkan pisau ke meja
dihadapannya. Lalu tanpa memperhatikan roman mukanya aku ke kamar. Di sana
sudah menunggu ahli kecantikan yang akan mendandaniku. Sebab malam ini aku
telah dipesan oleh seseorang konglomerat muda. Aku harus tampil prima. Akan
kujadikan dia lain dari yang lain. Oh bertahun-tahun sudah aku jadi pelacur
tapi baru hari ini aku bergairah untuk segera menemui pemesan.
Dalam perjalanan menuju hotel yang
dijanjikan, aku membayangkan konglomerat muda itu. Tentunya bertubuh atletis,
berwajah tampan dan romantis. Aku semakin bergairah. Biasanya yang kulayani
bandot-bandot tua. Tapi mampukah konglomerat muda itu menandingi pak Mentri?
Ataukah hanya sejajar dengan suamiku si supir keparat itu? Dasar pelacur! Sok
dingin tapi menikmati bahkan kelaparan juga!
Sambil menantinya, kutegaskan pada
diriku bahwa aku telah menjadi seorang ratu. Tak perduli walau ratu pelacur. Sewaktu
kecil seorang peramal keliling memaksa meramal diriku. Padahal ibuku tidak
setuju karena tidak punya uang. Dulu aku tidak percaya. Kini ramalan itu telah
sebagian terbukti Tapi bah! Aku sudah
menunggunya selama dua jam. Aku harus pergi! Aku bukan dari Kramat Tunggak!
Tapi pintu keburu terbuka. Seorang lelaki masuk dan dengan santainya duduk di
bibir pembaringan. Tapi segera pandangan
matanya lekat ke wajahku. Mestinya
aku memarahinya kemudian menuntut ganti rugi. Tapi dia lebih muda dariku
dan lebih rupawan dari yang aku bayangkan. Oh dua jam aku menunggu
kedatangannya dan kini aku masih harus menunggunya bicara. Lelaki, rupanya kau
sok tahan harga.
“Bidadari!” akhirnya dia berkata
juga. Dadaku terasa berkembang karena pujiannya. Betulkah engkau telah
melahirkan sepuluh orang anak, izinkan aku berharap engkau akan melahirkan
anak-anakku, Hei mengapa engkau diam saja?”
“Hm…!” aku hanya tersenyum tipis.
Lelaki tampan ini terlalu banyak bicara. Mengapa tidak segera memnuhi
keinginannya?
“Bidadari, kupanggil kau Cleopatra.
Karena kupikir kecantikanmu mirip dengan wanita legendaris itu. Oh ya mungkin
anak buahku sudah membunuh suamimu.”
“Apa?” aku benar-benar terkejut.
Suaranya tadi seperti petir di siang hari.
“Aku yakin kau sangat ingin
membunuhnya. Dia telah menjajah dirimu
bukan?”
“Itu urusanku! Aku benci kamu!”
“Cleopatra, bukankah aku telah
membantumu?”
“Apakah karena telah membaca Koran,
majalah, atau telah mendengar perkataan orang kau sudah mengenalku? Apakah
karena kau konglomerat muda dan tampan kau kira aku akan memaafkanmu? Kau sok
pahlawan!”
Dia bangkit dan mendekati aku sambil
tersenyum. Sungguh senyuman yang sangat menggetarkan. “Apakah yang kau katakana
sesuai dengan hatimu?”
“Apa perdulimu? Pergi kau!”
“Bidadari dingin itulah julukanmu.
“Hari ini aku bahagia dapat
membuatmu bahagia dan banyak bicara.”
“Keparat! Pergi!” usirku tegas. Tapi dia tetap berdiri di hadapanku sambil
tersenyum-senyum di hadapanku sambil tersenyum-senyum. Aku kesal dan meninggalkannya.
Perasaanku
semakin tidak menentu ketika kulihat mayat suamiku tergeletak bersimbah darah
di dekat mobilku. Sudah bertahun-tahun tak ada air mata. Biarpun merana.
Kutarik nafas panjang. Sesaat kulihat langit hitam tanpan bintang. Aku
melangkah membawa hatiku yang kecewa, sedih, marah dan juga bahagia. Tapi aku
yang dijajah. Jadi aku yang harus membunuhnya. Bukan dia! Kurang ajar! Oh
apakah aku harus lapor polisi? Ah percuma. Dia konglomerat. Pasti bisa
membebaskan diri. Tapi aku jadi punya uang untuk tetap menuntutnya. Huh! Apalah
artinya semua itu!
Kini
aku menjadi janda. Banyak yang melamarku. Tapi aku sangat menikmati kebebasan
yang telah bertahun-tahun tak kumiliki. Laki-laki hanya ingin menguasai diriku.
Aku tidak mau dijajah lagi. Biarlah mereka merayu. Dulu suamiku juga pandai
merayu dan manis budi. Tapi setelah dia menikahiku, aku dipaksanya menjadi
pelacur. Tapi tak bisa kupungkiri bahwa konglomerat muda itu telah memberikan
apa yang aku rindukan. Kebebasan. Kini kusadari aku tak akan tega membunuh
suamiku. Kalau bisa, sudah kulakukan sejak dulu. Oh dasar perempuan tolol!
Seandainya waktu itu aku bersikap ramah, tentunya dia tak akan kapok
memanggilku.
Kiranya
dia tak akan pernah memanggilku untuk kencan di sebuah hotel. Karena dia malah
datang ke rumahku. Aku pura-pura masih marah padanya. Ternyata dia tidak kapok.
Setiap hari dia datang membawa senyuman cinta. Aku tetap berpura-pura tidak
memperdulikannya. Tapi dia memang pandai. Dia mengakrabi anak-anakku. Dan tanpa
kuminta dia tega menceraikan istrinya. Katanya karena cinta padaku. Dasar
lelaki. Ini kemenanganku. Aku senang. Dia telah berhasil mendapatkan jiwa
ragaku. Akupun menikmati persembahan cintanya. Kami bahagia. Semakin bahagia
setelah anakku genap berjumlah dua belas. Jadi telah kupenuhi keinginannya agar
aku melahirkan anak-anaknya. Karena itulah dia menghadiahi aku sekuntum mawar
merah. Oh romantisnya dia.
“Terima-kasih
Cleopatra. Mulai sekarang kau boleh tidak hamil lagi.”
“Karena
usiaku sudah empat puluh?”
“Karena
dihatimu sudah tak ada dendam>”
“Ok
handsome!” lalu kupeluk dia
erat-erat. Aku merasa sangat bahagia. Tapi
rupanya kebahagiaanku tidak langgeng. Karena keesokan harinya dia merayuku. Dia
memohon keikhlasanku. Dengan kata halus tapi kurasakan menekan dia memaksaku
melacur lagi. Aku harus melayani beberapa orang pejabat. Katanya demi
kebahagiaan bersama. Kucoba untuk mempercayai omongannya. Tapi rupanya hati
harus terluka lagi…
“Cleopatra,
hubungan kita hanya sampai di sini.” katanya setelah diangkat menjadi duta
besar Indonesia di Inggris. Padahal aku telah berkata pada anak-anak akan
mengajak mereka menikmati musim salju. “Maafkan aku Cleopatra. Namamu terlalu
terkenal untuk istri seorang duta besar.”
“Yah!”
jawabku singkat. Tak ada lagi air mata. Walaupun kekecewaan dan kesedihan tak
terukur dalamnya. Laki-laki, kau selalu lebih pandai dariku. Kau selalu
memperalat aku.
Aku
menjanda lagi. Dan akan tetap menjanda agar bebas melampiaskan dendam pada
lelaki. Selain itu aku tak ingin mengulangi kesalahan pada anak-anak. Memberi
mereka ayah yang penyayang, tapi kemudian kasih-sayang itu diketahui palsu.
Srigala berbulu domba.
Suatu
hari aku menelpon seorang wartawan dan mengatakan kepadanya aku mau
diwawancara. Keesokan harinya sebelum wawancara kuminta wartawan itu memotret
kedua belas anakku satu persatu.
“Dia
mirip pak Mentri Alwy.”
“Dia
anak haramnya.”
“Yang
ini mirip perdana mentri George Stevan.”
“George
Stevan langganan saya.”
“Ini
mirip pak walikota Nugraha.”
“Dia
loyo. Tapi mampu juga memberiku anak.”
“Anda
mempunyai koleksi anak-anak orang besar.”
“Ini
sebuah kebanggaan bukan? Pelacur mana
yang bisa seperti aku?”
“Sungguh
berita yang akan menghebohkan dunia. Berita ini akan kubuat bersambung. Biar
pembaca penasaran dan koran kami laris. Aku akan dapat bonus. Oh ya apa rencana
anda selanjutnya Cleopatra?”
“Aku
sudah mempunyai dua belas orang anak yang genius.
Mereka akan berpengaruh di negeri ini. Aku menanamkan kebencian di hati mereka
agar kelak menjadi pemeras ayah-ayah mereka.”
“Cleopatra
itu berbahaya!”
“Itulah
Cleopatra. Malah aku ingin memikat Bill Clinton.” aku tak kuasa meneruskan
kata-kataku. Rasanya hidup ini terlalu pahit. Hingga tak tertahankan air mataku
menetes.
*&*
Indramayu,
12 November 1995.
No comments:
Post a Comment