Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuhu, selamat pagi sobat bloger, terinspirasi dari salah satu karya Dr. Untung Gautara pada pagi nan cerah ini admin akan membagikan sebuah karya dari admin sendiri, mudah mudahan bisa menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi segenap pembaca sekalian. cekidot, selamat membaca.
Lukamu menyakitiku
Cerita Pendek : Sadim Mulyana
Di
Kontrakan.
Sore itu sementara menunggu adjan
magrib berkumandang ketoprak yang telah
kami pesan sudah siap untuk di santap. “ Wuih sedapnya, bismillah. Ngomong
ngomong sampai dimana skripsi mu Nan?”
“Wah, masih jauh dari harapan, dosen
ku kabur terus, setiap kali didatengi sibuk ini lah, sibuk itu lah, cape deh.
Kamu sendiri gimana Mas?”
“ Progresnya sih bagus,besar harapan bisa
ikut deh wisuda tahun ini. mohon doanya aja”
“ Amin, semoga dimudahkan. Emang
udah bab berapa?”
“ Baru bab tiga sih, tinggal nunggu
jadwal penelitiannya, selesai penelitian bab empat bab lima mah gampang lah,
bisa kopi paste hehe.”
“ Enak aja, jangan jadi plagiat
dong, ketauan dosen mampus deh, bisa dirombak tuh skripsi semuanya.”
“Ea tenang aja, ga jadi ko. O iya,
gmana kabar Emili, adik mu itu loh?”
“ Dia baik aja ko, sekarang udah
mulai kerja di Bekasi, ya lumayan lah untuk nujang kehidupan.”
“ Wah, tiap kali maen ke rumah mu ko
gak pernah ketemu Emili ya, Pen tau sih anaknya kaya gimana.”
“ Lah, gak usah ya, lo liat nanti
kamu naksir lagi”
“ Eits, ga apa-apa kali, lagi pula
kita kan temenen udah lama banget, empat tahun bro, sampe bosen sekamar terus,
kali aja bisa jadi sodaraan, hahaha ”
“ ya kalo dia mau sih ga apa-apa,
lagian kamu kan nurut sama saya, hahaha.”
Kenalin namaku Nandi, dan temen ku yang satu ini
namanya Dimas, kami berdua satu Universitas, hampir empat tahun kita sekamar,
bosen juga sih, dia seorang yang cukup baik, kita berdua berbeda jurusan dalam
perkuliahan, namun tidaklah kami berada di suatu tema pembicaraan melainkan
kami selalu bersaing diatasnya. Ya begitulah, kami sama-sama keras kepala, tak
jarang perkara sepele saja bisa jadi perdebatan, hanya saja sepertinya kekeras
kepalaa Dimas tidak seperti ku, toh kami
masih bisa berbagi tugas, setiap kali dia merapihkan tempat tidur maka tugas ku
membuatnya acak acakan kembali. Hahaha, begitulah hari-hari yang kami lalui
bersama.
Sore itu aku melihat gurauan Dimas mengenai Emili
bukan sekedar gurauan, Nampak bahwa
dia menginginkan adik ku itu untuk menjadi
istrinya, memang selama ini dia belum pernah bertemu dengan Emili, tapi aku
yakin kalau dia melihat adiku yang cantik pasti akan sangat tertarik. Walaupun
begitu aku tidak akan mencegah dia menikahi adiku, karena aku begitu yakin
Dimas memiliki ahlaq yang baik, dan kalupun aku harus menjadi kakak iparnya itu
bukan masalah bagiku.
Setahun sudah berlalu dari kejadian itu, memang sudah
takdir, aku dan Dimas dipertemukan kembali di dunia kerja. Kami sama-sama
mengajar di satu SMP, SMP Yudhistira namanya. Sudah kuduga, suatu saat pasti
Dimas akan mengemukakan niatnya untuk mempersunting adikku.
“Hei Nan, gimana kabar orang tua di rumah?”
“Alhamdulillah, semuanya dalam keadaan baik, orang
tua kamu sendiri gimana, semua sehatkan?”
“ ya biasa, babeh mah masih suka sesak dadanya, tau
sendiri dia punya penyakit paru, tapi rokoknya itu loh, udah kaya kereta api,
nyambung terus.”
“ haha, ya namanya orang tua, lebih susah dibilangin
dari pada anak kecil.”
“ O iya Nan, gimana kabar Emili, sebenernya pengen
ketemu sih, heran tiap kali aku main ke rumahmu ga pernah ada.”
“ ya maklum lah Mas, namanya juga orang kuli, gak
bisa semau sendiri pulanngnya, emang ada apa sih, nanyain dia terus.”
“ Hemb, gimana ya, sepertinya saya sudah siap untuk
menikah ni, tapi belum ada calonnya, rencananya sih mau sama Emili, kali aja
dia mau. Ya kalo gak mau juga gak apa-apa sih, namanya juga usaha.”
Waduh-waduh bagaikan geledek di tengah hari, ini
yang selama ini aku hawatirkan, bukan karna aku tidak suka Dimas menikahi adik
ku, masalahnya dia sudah siap menikah sementara aku belum, dan rasanya aku gak
rela kalo adiku melangkahi ku untuk menikah duluan, tidak tidak, itu gak boleh
terjadi.
“ Hemb, Mas maaf ya sebeleumnya, masalah Emili aku
kira bapak ku punya rencana untuk ngelanjutin kuliah dia, kan kasian kalo jadi
kuli terus di PT barangkali aja dia punya nasib baik, bisa jadi sarjana juga
kaya kita berdua.”
“Ooooh.” Dimas termenung, aku yakin perkataan ku ini
cukup membuat dia kecewa, maafkan aku mas, aku terpaksa berbohong. Aku gak rela
kalo adik ku melangkahi ku.
“Begitu ya Nan, ya sudah mungkin aku mau cari yang
lain.”
Melihat raut mukanya kasihan juga, tapi sudah lah, bodo
amat yang penting dia ga buru-buru nikah sama Emili.
Berbulan-bulan berlalu, nampaknya niat Dimas untuk
mendekati Emili sudah mulai redup, ku lihat perkembangan dia dalam usahanya
mencari calon istri. Terdengar kabar kalo dia mau nadjor ke Bekasi, wuih hebat
juga tuh anak, ternyata serius mau jadi seorang suami. Sementara itu aku gak
mau ketinggalan, di SMP Yudhistira ada bendahara baru yang menawan hati, rupa
rupanya aku jatuh cinta padanya. Namanya Apri, teman sekelas Dimas waktu SMA.
Sambil memantau usaha si Dimas dalam mencari calon, gak ada salahnya aku
manfaatin dia untuk ngedeketin si Apri, kali aja dia mau, kalo dia mau gak
masalah deh Emili nikah sama Dimas, yang jelas setelah pernikahan ku tentunya.
Kabar kepulangan Dimas dari Bekasi sudah terdengar,
benar-benar bikin penasaran kira- kira apa hasil nadjor dia dengan ahwat di
sana. Tak perlu menunggu lama aku Tanya saja dia melalui SMS. Benar-benar
membuat ku geram dan kalang kabut, konon Dimas tidak suka dengan akhwat yang
ada di bekasi tersebut, malah ternyata setelah gagal mendekati Emili lewat
perantaraku pulang dari bekasi ternyata dia langsung menghubungi Emili lewat
SMS, dan sialnya adik ku itu ternyata mau untuk menikah dengan Dimas.
Edan, entah
apa yang harus aku lakuin, pusing deh kepala, lebih parahnya lagi kedua orang
tua ku pun setuju untuk menikahkan Emili dengan Dimas. Benar-benar sebuah
kebuntuan. Dengan terpaksa aku pun mengijinkan Emili untuk memilih calon suami
yang dia sukai. Di bulan Juni Dimas
resmi melamar Emili dan siap menunggu tanggal pernikahan saja.
Entah apa yang harus aku lakukan, lamaran resmi
antara Dimas dan Emili sudah berlangsung, sementara usaha ku untuk mendekati
Apri sepertinya jauh dari keberhasilan. Pasalnya Apri punya kakak yang tahun
ini menikah, bukan karena Apri tidak suka padaku, tidak mungkin orang tua Apri menikahkan
anaknya sekali dalam setahun. Semua ini semakin membuat ku pusing saja.
Sementara itu, Dimas semakin mendesak untuk disegerakan acara pernikahan. Itu
karena ibu Dimas meninggal dunia. Aku mengerti betapa sulit bagi Dimas. Tidak
ada yang masak untuknya nyuci dan lain sebagainnya, kasihan juga, tapi bodo
amat, pokoknya Emili gak boleh menikah sebelum aku menikah.
Senantiasa aku rayu ibu untuk tidak menikahkan Emili
cepat-cepat, dan untungnya ibu selalu nurut dengan ku, dan bapak selalu nurut
kepada ibuku. Sementara ini kedudukan ku sangat aman. Ditambah Emili
mendapatkan kesempatan untuk menjadi pegawai tetap. Benar-benar kondisi yang menguntungkan.
Akan tetapi, aku juga tidak bisa terus terusan mengahalangi pernikahan mereka
berdua, aku tahu aku berdosa. Usahaku mendekati Apri semakin tidak mungkin, dia
bersedia menikah tahun depan, sementara aku harus menikah tahu ini. Aku
putuskan untuk berpaling kelain hati, sebelum ku mengenal Apri, ada seorang
perempuan yang begitu suka padaku, namun dikala itu pandanganku tersilaukan
oleh karisma Apri. Namun sekarang, setelah semuanya terjadi, sepertinya
perempuan itu bisa aku dekati kembali, yang penting tahun ini aku menikah.
Hubungan ku dengan Dimas menjadi tidak baik, aku
sadar semua karena salahku. Namun Dimas malah membantuku untuk segera
mendapatkan calon istri. Dia tetap begitu baik padaku, sampai pada akhir tahun
tibalah waktu pernikahan ku dengan Arsyi. Meski sebelumnya aku pernah
mengecewakan Arsyi karena hatiku terpalingkan pada Apri, namun sungguh
beruntung Arsyi mau menerimaku kembali. Rasanya begitu bahagia, aku akan segera
menikah tanpa ada yang melangkahi.
Sehari sebelum prosesi pernikahan, Emili sudah ada
dirumah untuk menghadiri pernikahan ku, sayangnya semua keadaan telah berubah.
“ bang, ko murung sih, kan mau pesta pernikahan?”.
“ aku bingung Mil, coba kamu baca ini!” kuberikan
handphonku yang berisikan status calon istriku di facebook.
“ loh kok gini sih bang, bukan nya dia sayang sama
abang. Ko malah bikin status kaya gini, pake bilang nikah sama orang yang gak
di cintai segala lah, pengen sama yang dulu lah, gimana sih.”
“ Abang juga heran, semenjak ada perwakilan orang
tuanya yang yang silaturahim kesini semunya jadi berubah, mungkin dulu Arsya
mengira kalo abang anak orang punya, kos abang sering bawa barangnya Dimas sih,
setelah tau kondisi abang seperti ini mungkin mereka ilfil.”
“ Entah lah, bisa jadi begitu.”
Sesak didalam dada begitu terasa hari ini, besok akad
nikah dilaksanakan, sementara telah tercium keengaan dari Arsyi untuk
melanjutkan pernikahan. Bagai buah simalakama, lanjut atau tidak. Antara
menanggung malu lantaran pembatalan pernikahan, atau rumah tangga yang berantakan
akibat kesenjangan.
Pagi ini, tubuh ku sudah dihias dengan pakaian
pengantin nan gagah, tapi masih seolah mimpi, perkataan pahit begitu
bertubi-tubi menimpa keluarga ku. Tak kusangka pesta perkawinan yang harusnya
dihiasi kebahagiaan justru kebuntuan yang aku dapati saat ini.
“Mil, Dimas udah nyampe mana, ko masih belum kesini
juga?”
“ Masih di jalan kayanya bang, diakan sama rombongan
guru SMP Yudhistira”
Tak terasa air mata mengalir dipipiku, dengan
kepedihan dan penghinaan yang Arsyi kemukakan untuk keluarga kami, kalau bukan
karna orang tuanya yang baik, tentu
pernikahan ini sudah aku batalkan. Teringat wajah Dimas dan semua usahaku untuk
menghalangi pernikahanya dengan Emili, Nampak jelas bagiku sekarang, ini adalah
buah dari kedjoliman ku terhadap Dimas. Dia sahabatku yang terbaik, yang selalu
ada disetiap aku butuhkan, tapi lihatlah diriku hanya ego yang aku pentingkan.
“Sabar bang, mungkin ini cobaan dari Allah,
Alhamdulillah telah diperlihatkan jati diri si Arsyi sebelum abang menikahinya.”
“ Ia Mil, abang harus bagaimana, sebetulnya abang
ragu untuk melanjutkan ini, tapi orang tua Arsyi sudah terlanjur membuat pesta,
akan sangat malu apabila dibatalkan.”
“ Abang yang tegar ya, kita lalui aja ini dengan
sabar, insya Allah ada hikmahnya.”
“ ia Mil, mungkin semua ini karena salah abang sama
Dimas.”
Hari itu, dengan segenap kebimbangan dan keragaun
aku mengucapkan ijab qobul dan syah menjadi suami Arsyi. Sudah ku duga, betapa
sulitnya untuk mempertahankan bahtera bersama dia. Seorang perempuan yang
sangat sulit untuk di atur dan sulit untuk taat kepada suami, dan inilah yang
aku dapati ketika menikah tidak dengan niat yang benar. Mungkin sebuah
pelajaran dari Allah agar aku bisa belajar mengalah dan mengerti perasaan orang
lain. Sementara itu Dimas dan Emili melangsungkan pernikahan mereka dengan
bahagia. Kini keduanya telah dikaruniai putra yang sangat lucu. Sementara kami
masih berjuang keras untuk mempertahankan keutuhan rumah tangga, semoga Allah
mengampuni kesalahan ku dan sahabatku Dimas.
*********
Gantar, 6 Agustus 2016
No comments:
Post a Comment